Senin, 25 Februari 2008

SEJARAH MALANG

MASA KERAJAAN KLASIK
Sejarah kota Malang dimulai pada abad VIII, pada jaman ketika kerajaan-kerajaan masih lestari dan Malang adalah salah satu teritorial yang diperebutkan oleh beberapa kerajaan seperti kerajaan Medaeng yang didirikan oleh Empu Sendok. Wilayah Malang juga pernah berada di wilayah kerajaan Kediri dibawah kekuasaan Sri Baginda Kretajaya antara 1188-1222.

Salah satu cerita paling terkenal adalah tentang kekuasaan teritorial yang dipegang oleh Akuwu Tunggul Ametung yang ditunjuk langsung oleh Kretajaya dari kerajaan Kediri.
Pada masa tersebut, Tunggul Ametung yang banyak memerintah dengan kurang baik, mengambil putri seorang Brahmana yang bernama Ken Dedes, yang menimbulkan ketidak setujuan dari kalangan Hindu, sehingga banyak muncul perlawanan. Ken Arok adalah salah seorang yang tidak menyukai kenyataan tersebut, dan dia sendiri adalah seorang pemuda yang berani meskipun tidak memiliki banyak kekuasaan. Sifatnya yang ksatria dibina oleh seseorang yang bernama Bango Samparan. Dengan sifat ini pula dia mendapatkan banyak pengikut.
Pada suatu saat yang dirasa tepat, Ken Arok melakukan perlawanan dan kudeta terhadap Tunggul Ametung. Salah satu alasan mengapa dia melakukan kudeta adalah karena juga tertarik dengan Ken Dedes.
Dengan dibantu oleh pengikutnya yang setia, Ken Arok berhasil membunuh Tunggul Ametung dengan keris Empu Gandring. Kudeta ini membebaskan rakyat dari pemerintahan Tunggul ametung yang menindas. Ini adalah salah satu cerita kudeta pertama kali terjadi di Nusantara dan merupakan salah satu cerita terhebat.
Ken Arok langsung naik tahta menggantikan Tunggul Ametung dengan kerajaan baru yaitu Tumapel, serta mengambil Ken Dedes sebagai permaisurinya. Tumapel berusaha melepaskan diri dari kerajaan Kediri dan kemudian berperang melawan kerajaan yang sebelumnya menguasai teritorial Malang ini. Hebatnya, perlawanan ini berhasil sehingga Ken Arok berhasil mengalahkan Kediri dan menjadi kekuatan baru kerajaan Tumapel dengan pusat di Singosari.
Ken Arok dan Ken Dedes memiliki anak yaitu Mahisa Wong Ateleng, yang memiliki cicit bernama Raden Wijaya, yang membangun kerajaan baru yaitu kerajaan Majapahit.
Majapahit adalah kerajaan yang sangat besar dan memiliki armada maritim yang sangat tangguh dan kerajaan tersebut bisa dibandingkan dengan kerajaan Romawi di Eropa

MASA PENJAJAHAN DAN PEMBEBASAN
Kota Malang diresmikan menjadi Kota Madya (kota tingkat menengah) oleh para Londo pada tanggal 1 April 1914 melalui Staadsblad no. 297, dikepalai oleh seorang walikota.
Sebenarnya bukan hanya hal negatif yang dibawa penjajah Belanda, namun juga hal positif seperti pembangunan gedung-gedung dan perencanaan kota yang baik. Belanda bahkan melihat potensi kota Malang sebagai kota wisata, dengan membangun bangunan-bangunan pendukung wisata, misalnya di Selecta sekarang.
Gambar bangunan di Selecta pada tempo doeloe, dibangun oleh Belanda
Pada awalnya, Malang tidak berdiri sendiri sebagai sebuah kota, tetapi berada dibawah Karesidenan Pasuruan. Setelah Kodya Malang terbentuk, Walikota dipilih pada 1919 yang adalah seorang arsitek Belanda.
Sebelumnya, terjadi perjuangan sengit melawan pendudukan Belanda pada 1722 namun Belanda menang dan mengibarkan benderanya di kota Malang. Belanda juga membangun Loji (benteng) yang berlokasi di RSU Syaiful Anwar Malang. Kata Loji juga disebut 'ke-lojian' yang menjadi awal sebutan 'Klojen'.
Belanda memandang kota Malang sangat baik untuk dijadikan kota peristirahatan dengan berbagai fasilitas seperti area hiburan, misalnya gedung di lokasi Sarinah Plasa jaman dulu adalah lokasi hiburan bagi para Londo.
Tata kota Malang juga sangat baik mengadopsi konsep kota taman dan wisata, kita masih bisa melihat hasilnya adalah Jalan Ijen, dimana tipe rumah-rumahnya adalah rumah vila.
Belanda juga membangun berbagai rumah ibadah, atau setidaknya memberikan keseAmpatan pembangunan gereja dan masjid di sekitar alun-alun kota.
Pada tahun 1914, Malang menjadi 'Kota Madya' (Gemeente) atau kota skala sedang. Pada 1942, Jepang datang dan menduduki Malang, merampas bangunan dan tanah untuk kepentingan invasi mereka. Jepang juga memaksa rakyat jelata untuk bekerja rodi membangun pangkalan-pangkalan militer.
Setelah pengeboman Hiroshima dan Nagasaki, Jepang mengaku kalah dan menyerah. Mereka meninggalkan Malang pada tahun 1945 dan Malang menjadi bagian Republik Indonesia yang telah merdeka